Istri freelance

Saya dulu, waktu masih bujangan, punya istilah lain untuk menyebut TTM: “pacar freelance”. Istilah itu sebetulnya untuk bikin sedikit diferensiasi dengan hubungan berpacaran nan “kelewatan”. Kita sering kan liat hubungan perpacaran yg sangat posesif; atau jenis perpacaran yg kemana2 musti bareng selengket2nya; nha itu yg saya maksut “kelewatan”.

Karena nurani kita percaya bahwa pacaran hanyalah hubungan penjajakan dan bukan sesuatu yg permanen, maka jenis hubungan “pacar freelance” sepertinya lebih sehat dihati :D Perpacaran itu dlm frame saya komitmennya masih jenis komitmen pembelajaran ala Sumpah Pramuka.

Lha bagaimana dengan “istri freelance”?
Kalau ini lain lagi ceritanya.

Walhasil, setelah dua sejoli menikah, ternyata kehidupan mereka tak terlalu banyak berubah. Yg jelas berubah adalah soal legalitas statusnya. Sementara soal aktifitas keseharian, boleh dibilang tak ada yg berubah drastis. Sang suami tetep bekerja dengan ritme waktunya, sang istri (yg kebetulan masih kuliah) juga masih berkutat dengan tugas2 perkuliahan aktivitas ala mahasiswi.

Lha ketika hadir si buah cinta, si anak manusia, bayi yg kiyut di antara mereka berdua, mulailah perubahan drastis terjadi. Keduanya harus lebih toleran, bekerjasama merawat si buah hati. Ritme waktu keduanya, prioritas kegiatan, dan termasuk juga tupoksinya masing2 berubah.

Si jabang bayi yg lemah (namun tak gemulai) dan mereka kasihi, sekarang menyedot begitu banyak perhatian dan alokasi waktu plus tenaga untuk merawatnya.

Mendadak, si istri menjelma jadi “istri freelance” bagi suaminya. Karena, di sisi yg lain, kehadiran si jabang bayi membuatnya jadi “ibu fulltime”. Prioritas waktu dan tenaganya sekarang lebih tercurah untuk anak daripada suaminya. Ya, nurani kita juga percaya bahwa sebaiknya memang merawat anak (apalagi yg masih dibawah 3 taun) dilakukan sepenuhnya oleh wanita yg melahirkannya.

Lalu, kalau istrinya freelance, suaminya apa?

Kayaknya tugas suami tetep jadi suami fulltime ya. Dia tetep punya kewajiban2 seorang suami, bahkan lebih banyak lagi. Karena selain tugas primernya sebagai pimpinan dan pengayom, dia juga harus siyap sediya membantu tugas2 keibuan.

This entry was posted on Senin, April 13th, 2009 at 8:08 pm and is filed under Nikah. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

2 Responses to “Istri freelance”

  1. Abdul Cholik Says:

    -menikah sebaiknya dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga berakhir juga dengan baik.
    -pernikahan yang tidak langggeng bisa disebabkan karena salah satu atau keduanya tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik.
    -salam

  2. oRiDo™ Says:

    saya rasa..
    gak ada istri freelance..
    karena untuk anak full time.. untuk suami juga..
    bgitu pula dengan suami..
    gak ada suami freelance..
    full time untuk anak-istri, dan juga untuk kerjaan…

    cuma masalah pembagian waktu aja…

Leave a Reply